Jumat, 15 Juni 2012

Upacara Tradisional

UPACARA TRADISIONAL MASYARAKAT MELAYU

Masyarakat Melayu memiliki banyak sekali upacara-upacara tradisional yang masih dipertahankan hingga sekarang. Upacara tradisional Melayu itu meliputi keseluruhan siklus kehidupan manusia sejak dalam kandungan, kelahiran, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, berumah tangga, hingga meninggal dunia. Semua itu diatur sedemikian rupa oleh adat yang telah disepakati sejak zaman nenek moyang orang Melayu dan diwariskan secara turun temurun hingga sekarang.
Biasanya upacara tradisional untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Melayu diadakan dengan mengundang kerabat dekat dan tetangga dengan jamuan makan bersama. Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat Melayu merupakan cerminan bahwa semua perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Kenyataan bahwa masyarakat Melayu menghormati budayanya, tampak dalam pelaksanaan Ayun Budak. Ayun Budak adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah, sehingga kegiatan mencukur rambut bayi dan menepung-tawari bayi selalu mengawali acara ini. Hal inilah yang oleh Irwan Effendi dan Muslim Nasution melalui bukunya Lagu Ayun Budak: Rampai Budaya Melayu Riau disebut bahwa Ayun Budak merupakan salah satu tradisi Melayu yang sarat akan makna dan nilai religius.
Dalam bukunya, Irwan Effendi dan Muslim Nasution mengurai dengan sederhana dan belajar dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Melayu dalam upacara Ayun Budak. Intinya, kehadiran buku ini bermaksud menemukan tema budaya dari setiap tahap upacara tradisional masyarakat Melayu yang berhubungan dengan kelahiran anak beserta lagu-lagu yang dinyanyikannya.
Menurut buku ini, Ayun Budak berasal dari dua kata; ayun dan budak. Ayun atau ayunan adalah wadah yang tergantung pada seutas tali yang kemudian didorong sehingga bergerak ke dua arah. Sedangkan budak dalam bahasa Melayu berarti anak-anak. Secara istilah, Ayun Budak dapat diartikan sebagai suatu acara mengayun anak-anak atau bayi (budak) secara beramai-ramai disertai nyanyian lagu-lagu berisi nasehat, petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu-ibu dan remaja putri. Ayunan yang digunakan dalam acara Ayun Budak biasanya lebih besar dari ayunan biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna (hlm. 3).
Sejauh ini, belum diketahui secara pasti dari mana, oleh siapa, dan sejak kapan tradisi Ayun Budak mulai berkembang dalam masyarakat Melayu. Menurut beberapa informasi, sebagaimana juga dilansir dalam buku ini, tradisi Ayun Budak pertama kali dipraktekkan oleh Haji Sulaiman (kakek dari salah satu penulis buku ini, Irwan Effendi) sepulang dari lawatan ke Negeri Kedah, Malaysia. Tentunya informasi itu, menurut penulis buku ini, hanya tersebar di daerah Haji Sulaiman kini bermukim. Namun yang pasti, Ayun Budak hingga kini masih dilakukan dan ditemui di Riau dan Sumatra Utara. Bahkan, menurut penulis, upacara serupa juga dijumpai di negeri jiran Malaysia (hlm. 4).
Melalui buku yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM) bekerjasama dengan Penerbit Adicita ini, penulis mengurai latar belakang tradisi Ayun Budak dalam masyarakat Melayu ke dalam beberapa poin pertanyaan yang meliputi; bagaimana masyarakat Melayu khususnya di Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau melaksanakan upacara tradisional Ayun Budak yang berhubungan dengan aqiqah anak? Apakah upacara tradisional yang mereka laksanakan itu telah mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal lainnya? Dan apa makna dari setiap rangkaian upacara tradisional tersebut?
Dalam lembar demi lembar buku ini, pertanyaan-pertanyaan di atas terjawab dengan uraian makna dan tujuan pelaksanaan Ayun Budak di masyarakat Melayu, yang menurut buku ini, antara lain; pertama, sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan atas lahirnya putra atau putri dengan selamat dan sehat sebagai anggota keluarga baru. Ungkapan syukur dari ayah dan ibu bayi itu terlihat dari ungkapan lirik-lirik lagu yang dinyanyikan dan kemudian disambut dengan jawaban oleh para tamu undangan, seperti lirik lagu di bawah ini:

Dengan Bismillah Rabbi kami mulai
Alhamdulillah selawatkan Nabi
Dengan Takdir Rabbi Ilahi Rabbi
Sampailah Maksud yang dicintai
Seorang anak Rabbi cinta yang lama
Sekaranglah sudah kami terima
Titiklah titik Rabbi diberi nama
Kami ayunkan bersama-sama
Jawab…
Dipanggil kami Rabbi orang sekalian
Oleh ibumu bapakmu tuan
Sesudah diberi Rabbi minum dan makan
Menyatakan syukur kepada Tuhan
Syukur kepada Rabbi Allah ta’ala
Karena mendapat intan kumala
Memberi sedekah Rabbi beberapa pula
Dengan sekedarnya adalah pula
Adapun makna dan tujuan lagu Ayun Budak kedua, yaitu menjadi media penyampaian nasehat kepada si bayi maupun hadirin. Dan ketiga, Ayun Budak melalui lagu-lagunya bertujuan menghaturkan doa kepada Sang Khalik. Doa itu dilakukan oleh kedua orang tua bayi dan diiringi lantunan lagu jawaban oleh semua hadirin, seperti:

Ibu bapakmu Rabbi mari dengarkan

Anak diayunkan kami nyanyikan
Bersama-sama Rabbi kita doakan
Harapan Allah minta perkenalkan
Adapun anak Rabbi masa kecilnya
Harum-haruman ibu bapaknya
Sehingga sampai Rabbi sudah umurnya
Satu tahun genap bilangan
Sedangkan makna dan tujuan yang keempat, adalah bahwa Ayun Budak dan prosesinya dapat memupuk silaturahmi sesama warga masyarakat (hlm. 4-5). Hal ini sebagaimana terlihat di larik lagu:

Dipanggil kami Rabbi kaum kerabat

Serta sekalian handai sahabat
Sekalian jiran Rabbi kawan terdekat
Semuanya datang dengan selamat
Jauh dan dekat Rabbi datang sekalian
Besar dan kecil laki-laki perempuan
Setengahnya datang berjalan sampan
Setengahnya datang berpayung sampan
Inilah kami Rabbi datang bertamu
Mengunjungi engkau hilir dan hulu
Mengayun engkau Rabbi maksud begitu
Karena hajat ibu bapakmu
Wahai anak Rabbi pikir olehmu
Besarnya hajat ibu bapakmu
Jika besar Rabbi sudah umurmu
Jasa mereka balas olehmu
Baris-baris lirik lagu Ayun Budak di atas menunjukkan ungkapan orang tua bayi yang menyambut para tamu undangan dalam upacara aqiqah anak. Sedangkan dari lirik lagu jawaban termaktub sejenis percakapan formal yang metaforis dengan pemaknaan yang menegaskan iktikad (keinginan) baik dari para tamu undangan. Nuansa dialogis itu berlangsung dalam lagu Ayun Budak yang menyerupai pantun berbalas, yang biasanya dalam masyarakat Melayu digunakan untuk ritual keagamaan, perkawinan, adat-istiadat, ataupun aktivitas sosial lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, tampaklah bahwa pelaksanaan upacara tradisional Ayun Budak memuat makna filosofi yang diwariskan dari nenek moyang orang Melayu. Upacara tradisional itu syarat dengan pesan-pesan moral dan harapan baik bagi sang bayi bila kelak ia tumbuh dewasa. Oleh karenanya, dalam masyarakat Melayu, tidak ada elemen yang digunakan sebagai pelengkap setiap upacara yang tidak memuat arti tertentu; setiap elemen adalah simbol dari makna yang diwakilinya. Sekalipun dirasa rumit dan sangat detail oleh beberapa orang, tradisi Melayu ternyata masih dipertahankan oleh masyarakatnya. Kesetiaan masyarakat Melayu terhadap tradisinya secara umum memberi kesan adanya sifat mengikuti apa yang dilakukan orang tua dengan maksud menjaga identitas diri sebagai orang Melayu. Bentuk pewarisan tradisi tersebut pada hakekatnya adalah untuk melanggengkan nilai-nilai luhur yang termuat di balik setiap tindakan, termasuk upacara Ayun Budak.
Oleh karena itu, tanpa memahami situasi kelisanan dan muatan pesan dari setiap detail tindakan serta makna upacara Ayun Budak, kekhawatiran akan terkikisnya eksistensi, sekaligus esensi, upacara tradisional dalam masyarakat Melayu tersebut mungkin cukup beralasan. Nah, kehadiran buku yang mengurai prosesi Ayun Budak dan dilengkapi dengan lagu-lagu beserta foto-foto yang ilustratif ini, jelas membuat pemahaman kita tentang khazanah budaya Melayu makin mendalam. Kedua penulisnya harus dihargai atas upayanya melebarkan dan memperkenalkan kekayaan khazanah budaya Melayu. Karenanya, buku ini sayang diabaikan, terutama bagi mereka yang memerlukan bahan rujukan atau karya pembanding tema budaya Melayu Riau. (Rumiyati B.8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar