UPACARA TRADISIONAL MASYARAKAT MELAYU
Masyarakat
Melayu memiliki banyak sekali upacara-upacara tradisional yang masih
dipertahankan hingga sekarang. Upacara tradisional Melayu itu meliputi
keseluruhan siklus kehidupan manusia sejak dalam kandungan, kelahiran,
masa kanak-kanak, remaja, dewasa, berumah tangga, hingga meninggal
dunia. Semua itu diatur sedemikian rupa oleh adat yang telah disepakati
sejak zaman nenek moyang orang Melayu dan diwariskan secara turun
temurun hingga sekarang.
Biasanya
upacara tradisional untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting
dalam kehidupan masyarakat Melayu diadakan dengan mengundang kerabat
dekat dan tetangga dengan jamuan makan bersama. Berbagai macam upacara
adat yang terdapat di dalam masyarakat Melayu merupakan cerminan bahwa
semua perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai luhur tersebut diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Kenyataan
bahwa masyarakat Melayu menghormati budayanya, tampak dalam pelaksanaan
Ayun Budak. Ayun Budak adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang
baru berusia beberapa hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah,
sehingga kegiatan mencukur rambut bayi dan menepung-tawari bayi selalu
mengawali acara ini. Hal inilah yang oleh Irwan Effendi dan Muslim
Nasution melalui bukunya Lagu Ayun Budak: Rampai Budaya Melayu Riau disebut bahwa Ayun Budak merupakan salah satu tradisi Melayu yang sarat akan makna dan nilai religius.
Dalam bukunya,
Irwan Effendi dan Muslim Nasution mengurai dengan sederhana dan belajar
dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Melayu dalam upacara Ayun
Budak. Intinya, kehadiran buku ini bermaksud menemukan tema budaya dari
setiap tahap upacara tradisional masyarakat Melayu yang berhubungan
dengan kelahiran anak beserta lagu-lagu yang dinyanyikannya.
Menurut buku ini, Ayun Budak berasal dari dua kata; ayun dan budak. Ayun atau ayunan adalah wadah yang tergantung pada seutas tali yang kemudian didorong sehingga bergerak ke dua arah. Sedangkan budak
dalam bahasa Melayu berarti anak-anak. Secara istilah, Ayun Budak dapat
diartikan sebagai suatu acara mengayun anak-anak atau bayi (budak)
secara beramai-ramai disertai nyanyian lagu-lagu berisi nasehat, petuah,
dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu-ibu dan remaja
putri. Ayunan yang digunakan dalam acara Ayun Budak biasanya lebih besar
dari ayunan biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka
warna (hlm. 3).
Sejauh
ini, belum diketahui secara pasti dari mana, oleh siapa, dan sejak
kapan tradisi Ayun Budak mulai berkembang dalam masyarakat Melayu.
Menurut beberapa informasi, sebagaimana juga dilansir dalam buku ini,
tradisi Ayun Budak pertama kali dipraktekkan oleh Haji Sulaiman (kakek
dari salah satu penulis buku ini, Irwan Effendi) sepulang dari lawatan
ke Negeri Kedah, Malaysia. Tentunya informasi itu, menurut penulis buku
ini, hanya tersebar di daerah Haji Sulaiman kini bermukim. Namun yang
pasti, Ayun Budak hingga kini masih dilakukan dan ditemui di Riau dan
Sumatra Utara. Bahkan, menurut penulis, upacara serupa juga dijumpai di
negeri jiran Malaysia (hlm. 4).
Melalui
buku yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu
(BKPBM) bekerjasama dengan Penerbit Adicita ini, penulis mengurai latar
belakang tradisi Ayun Budak dalam masyarakat Melayu ke dalam beberapa
poin pertanyaan yang meliputi; bagaimana masyarakat Melayu khususnya di
Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau melaksanakan
upacara tradisional Ayun Budak yang berhubungan dengan aqiqah anak?
Apakah upacara tradisional yang mereka laksanakan itu telah mengalami
akulturasi budaya dengan budaya lokal lainnya? Dan apa makna dari setiap
rangkaian upacara tradisional tersebut?
Dalam
lembar demi lembar buku ini, pertanyaan-pertanyaan di atas terjawab
dengan uraian makna dan tujuan pelaksanaan Ayun Budak di masyarakat
Melayu, yang menurut buku ini, antara lain; pertama, sebagai
ungkapan kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan atas lahirnya putra
atau putri dengan selamat dan sehat sebagai anggota keluarga baru.
Ungkapan syukur dari ayah dan ibu bayi itu terlihat dari ungkapan
lirik-lirik lagu yang dinyanyikan dan kemudian disambut dengan jawaban
oleh para tamu undangan, seperti lirik lagu di bawah ini:
Dengan Bismillah Rabbi kami mulai
Alhamdulillah selawatkan Nabi
Dengan Takdir Rabbi Ilahi Rabbi
Sampailah Maksud yang dicintai
Seorang anak Rabbi cinta yang lama
Sekaranglah sudah kami terima
Titiklah titik Rabbi diberi nama
Kami ayunkan bersama-sama
Sekaranglah sudah kami terima
Titiklah titik Rabbi diberi nama
Kami ayunkan bersama-sama
Jawab…
Dipanggil kami Rabbi orang sekalian
Oleh ibumu bapakmu tuan
Sesudah diberi Rabbi minum dan makan
Menyatakan syukur kepada Tuhan
Dipanggil kami Rabbi orang sekalian
Oleh ibumu bapakmu tuan
Sesudah diberi Rabbi minum dan makan
Menyatakan syukur kepada Tuhan
Syukur kepada Rabbi Allah ta’ala
Karena mendapat intan kumala
Memberi sedekah Rabbi beberapa pula
Dengan sekedarnya adalah pula
Karena mendapat intan kumala
Memberi sedekah Rabbi beberapa pula
Dengan sekedarnya adalah pula
Adapun makna dan tujuan lagu Ayun Budak kedua, yaitu menjadi media penyampaian nasehat kepada si bayi maupun hadirin. Dan ketiga,
Ayun Budak melalui lagu-lagunya bertujuan menghaturkan doa kepada Sang
Khalik. Doa itu dilakukan oleh kedua orang tua bayi dan diiringi
lantunan lagu jawaban oleh semua hadirin, seperti:
Ibu bapakmu Rabbi mari dengarkan
Anak diayunkan kami nyanyikan
Bersama-sama Rabbi kita doakan
Harapan Allah minta perkenalkan
Adapun anak Rabbi masa kecilnya
Harum-haruman ibu bapaknya
Sehingga sampai Rabbi sudah umurnya
Satu tahun genap bilangan
Harum-haruman ibu bapaknya
Sehingga sampai Rabbi sudah umurnya
Satu tahun genap bilangan
Sedangkan makna dan tujuan yang keempat,
adalah bahwa Ayun Budak dan prosesinya dapat memupuk silaturahmi sesama
warga masyarakat (hlm. 4-5). Hal ini sebagaimana terlihat di larik
lagu:
Dipanggil kami Rabbi kaum kerabat
Serta sekalian handai sahabat
Sekalian jiran Rabbi kawan terdekat
Semuanya datang dengan selamat
Jauh dan dekat Rabbi datang sekalian
Besar dan kecil laki-laki perempuan
Setengahnya datang berjalan sampan
Setengahnya datang berpayung sampan
Besar dan kecil laki-laki perempuan
Setengahnya datang berjalan sampan
Setengahnya datang berpayung sampan
Inilah kami Rabbi datang bertamu
Mengunjungi engkau hilir dan hulu
Mengayun engkau Rabbi maksud begitu
Karena hajat ibu bapakmu
Mengunjungi engkau hilir dan hulu
Mengayun engkau Rabbi maksud begitu
Karena hajat ibu bapakmu
Wahai anak Rabbi pikir olehmu
Besarnya hajat ibu bapakmu
Jika besar Rabbi sudah umurmu
Jasa mereka balas olehmu
Besarnya hajat ibu bapakmu
Jika besar Rabbi sudah umurmu
Jasa mereka balas olehmu
Baris-baris
lirik lagu Ayun Budak di atas menunjukkan ungkapan orang tua bayi yang
menyambut para tamu undangan dalam upacara aqiqah anak. Sedangkan dari
lirik lagu jawaban termaktub sejenis percakapan formal yang metaforis
dengan pemaknaan yang menegaskan iktikad (keinginan) baik dari para tamu
undangan. Nuansa dialogis itu berlangsung dalam lagu Ayun Budak yang
menyerupai pantun berbalas, yang biasanya dalam masyarakat Melayu
digunakan untuk ritual keagamaan, perkawinan, adat-istiadat, ataupun
aktivitas sosial lainnya.
Berdasarkan
uraian di atas, tampaklah bahwa pelaksanaan upacara tradisional Ayun
Budak memuat makna filosofi yang diwariskan dari nenek moyang orang
Melayu. Upacara tradisional itu syarat dengan pesan-pesan moral dan
harapan baik bagi sang bayi bila kelak ia tumbuh dewasa. Oleh karenanya,
dalam masyarakat Melayu, tidak ada elemen yang digunakan sebagai
pelengkap setiap upacara yang tidak memuat arti tertentu; setiap elemen
adalah simbol dari makna yang diwakilinya. Sekalipun dirasa rumit dan
sangat detail oleh beberapa orang, tradisi Melayu ternyata masih
dipertahankan oleh masyarakatnya. Kesetiaan masyarakat Melayu terhadap
tradisinya secara umum memberi kesan adanya sifat mengikuti apa yang
dilakukan orang tua dengan maksud menjaga identitas diri sebagai orang
Melayu. Bentuk pewarisan tradisi tersebut pada hakekatnya adalah untuk
melanggengkan nilai-nilai luhur yang termuat di balik setiap tindakan,
termasuk upacara Ayun Budak.
Oleh
karena itu, tanpa memahami situasi kelisanan dan muatan pesan dari
setiap detail tindakan serta makna upacara Ayun Budak, kekhawatiran akan
terkikisnya eksistensi, sekaligus esensi, upacara tradisional dalam
masyarakat Melayu tersebut mungkin cukup beralasan. Nah, kehadiran buku
yang mengurai prosesi Ayun Budak dan dilengkapi dengan lagu-lagu beserta
foto-foto yang ilustratif ini, jelas membuat pemahaman kita tentang
khazanah budaya Melayu makin mendalam. Kedua penulisnya harus dihargai
atas upayanya melebarkan dan memperkenalkan kekayaan khazanah budaya
Melayu. Karenanya, buku ini sayang diabaikan, terutama bagi mereka yang
memerlukan bahan rujukan atau karya pembanding tema budaya Melayu Riau.
(Rumiyati B.8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar